Powered by Blogger.

Monday, November 17, 2014

Kritik Ilmiyah Terhadap Pemikiran Quraish Shihab

Telah kita bahas beberapa contoh ketimpangan pandangan Dr. Muhammad Quraish Shihab dalam masalah aqidah dan fikih, pada edisi ini pembahasan akan kita lanjutkan dengan beberapa contoh ketimpangan pemikirannya dalam masalah hadits.

Dan perlu diingat kembali bahwa maksud tulisan ini bukan untuk membuka aib atau menjelek-jelekkan orang lain, melainkan sebagai penjelasan agama kepada umat dan bentuk nasihat bagi umat Islam di mana pun berada. Sebab, kita tidak boleh membiarkan kesalahan-kesalahan tanpa usaha untuk meluruskannya.

Semoga Allah menjadikan tulisan ini ikhlas murni hanya mengharapkan wajah Allah dan bermanfaat bagi hamba-hamba Allah. Amin.
-----
Dr. Muhammad Quraish Shihab terjatuh dalam ketimpangan seputar hadits Nabi. Dia menolak hadits-hadits yang shahih, meshahihkan hadits-hadits lemah dan palsu, serta banyak memahami hadits dengan akal dan pemahaman ahli kalam dan filsafat.

Baiklah, agar bantahan ini ilmiah, bukan omong kosong belaka, maka kami akan memberikan beberapa contoh fakta tentang apa yang kami sampaikan di atas:

A. Menolak hadits yang shahih
1. Menolak hadits "Di mana Allah"

Dr. M. Quraish Shihab mengatakan dalam bukunya Membumikan Al-Qur'an hlm. 371-372 terbitan
Al-Mizan, Bandung pada judul "Selamat Natal Menurut Al-Qur'an!!!":
Nabi SAW sering menguji pemahaman urnat tentang Tuhan. Beliau tidak sekalipun bertanya "Di mana Tuhan?". Tertolak riwayat yang menggunakan redaksi itu karena is menimbulkan kesan keberadaan tuhan pada satu tempat, hal yang mustahil bagi-Nya dan mustahil pula diucapkan oleh Nabi SAW...

Jawaban: 
Hadits yang dimaksud adalah shahih, diriwayatkan oleh banyak para ulama ahli hadits dalam kitab-kitab mereka, dan dishahihkan oleh sejumlah pakar hadits tanpa mempermasalahkannya dengan syubhat seperti di atas. Berikut ini perinciannya:

a. Takhrij hadits
Hadits ini memiliki beberapa jalur:

1) Jalur al-Imam Malik
Hal ini sebagaimana riwayat beliau sendiri dalam al-Muwaththa' (2/772/No. 8), al-Imam asy-Syafi'i dalam ar-Risalah (No. 242 — tahqiq asy-Syaikh Ahmad Syakir), an-Nasa'i dalam Sunan Kubra sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf (8/427) oleh alMizzi, Utsman ibn Sa'id ad-Darimi dalam ar-Radd 'ala Jahmiyyah (No. 62), Ibnu Khuzaimah dalam Kitab Tauhid (hlm. 132 — tahqiq asy-Syaikh Khalil Haras), al-Baihaqi dalam Sunan Kubra (10/98/No. 19984), al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (9/246/ No. 2365), Ibnu Abdil Barr dalam at-Tamhid (9/6970) dan al-Ashbahani dalam al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah (2/102/No. 57).

2) Jalur Yahya ibn Abi Katsir
Sepanjang penelitian saya, ada empat orang yang meriwayatkan dari Yahya bin Abi Katsir. Berikut perinciannya:
a) Hajjaj ibn Abu Utsman ash-Shawwaf
Diriwayatkan al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya (5/448), al-Bukhari dalam Juz'ul Qira'ah (him. 70), Abu Dawud (No. 931 dan 3282), an-Nasa'i dalam Sunan Kubra sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf (8/427), Ibnu Khuzaimah dalam Kitab Tauhid (hlm. 132), al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (3/237-239/ No. 726) dan ath-Thabrani dalam al-Mu Jamul Kabir (19/398/No. 9 dari Yahya ibn Sa'id al-Qhaththan dari Hajjaj dengannya.
Dan diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam alMushannaf (6/162/No. 30333) dan al-Iman (84), Muslim dalam Shahih-nya (No. 537), Ahmad (5/447), Abu Dawud (No. 931), Ibnu Hibban (165), Utsman ibn Sa'id ad-Darimi dalam ar-Radd 'ala Jahmiyyah (No. 61), Ibnu Abi Ashim dalam asSunnah (490), dan Ibnu Jarud dalam al-Muntaqa (No. 212 — Ghautsul Makdud oleh al-Huwaini) dari Isma'il ibn Ibrahim (ibn 'Ulayyah) dari Hajjaj dengannya.
b) Al-Auza'i
Diriwayatkan al-Imam Muslim dalam Shahih-nya (537), Abu Awanah dalam al-Mustakhraj (2/141), an-Nasa'i dalam Sunan Sughra (3/14-18/No. 1216), Ibnu Khuzaimah dalam Kitab Tauhid (hlm. 121), athThabrani dalam al-Mu Jamul Kabir (19/398/No. 937), al-Baihaqi dalam as-Sunan Kubra (10/98/19984) dan al-Asma' wash Shifat (2/326/890-891), ath-Thahawi dalam Syarh Musykil Atsar (13/367), Ibnu Abdil Barr dalam at-Tamhid (9/71) dan al-Ashbahani dalam al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah (2/100/No. 69).
c) Aban ibn Yazid al-Aththar
Diriwayatkan Abu Awanah dalam al-Mustakhraj 'ala Shahih Muslim (2/1141), ath-Thayyalisi dalam Musnad-nya (1105), Ahmad dalam Musnad-nya (5/448), Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah (489), Utsman ibn Sa'id ad-Darimi dalam ar-Radd 'ala Jahmiyyah (No. 60) dan Naqdh 'alal Marisi (122), athThabrani dalam al-Mu'jamul Kabir (939), al-Baihaqi dalam al-Asma' wash Shifat (2/326/890-891), dan al-Lalika'i dalam Syarh Ushul I'tiqad Ahli Sunnah (3/434 435/No. 652).
d) Hammam ibn Yahya
Diriwayatkan Ahmad ibn Hanbal dalam Musnadnya (5/448).
Hadits ini juga memiliki syawahid (penguat) dari Sahabat Abu Hurairah, Abu Juhaifah, Ibnu Abbas, Ukkasyah al-Ghanawi, dan Abdurrahman ibn Hathib — radhiyallahu 'anhum —secara mursal.[2]

b. Komentar para ulama ahli hadits
Hadits ini disepakati keabsahannya oleh seluruh ulama kaum muslimin. Berikut ini sebagian komentar mereka:

1) Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata, "Hadits ini disepakati keabsahannya oleh para ulama muslimin semenjak dahulu hingga sekarang dan dijadikan hujjah oleh imam-imam besar seperti Malik, asy-Syafi'i, Ahmad, dan lainnya. Dan dishahihkan oleh Muslim, Abu Awanah, Ibnu Jarud, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan orang-orang... (dapatkan kajian selengkapnya pada majalah al-Furqon: Edisi 153)

oleh: Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi

[2] Lihat as-Sunnah Ibnu Abi Ashim (hlm. 226-227—Zhilalul Jannah al-Albani—) atau (1/344— tahqiq Dr. Basim al-Jawabirah —) dan Silsilah Ahadits ash-Shahihah No. 3161 oleh asr Syaikh al-Albani.



0 comments:

Post a Comment